Perjalanan Dimasa Putih Abu-abu

 Bagi sebagian orang masa MA adalah masa yang paling menyenangkan, namun tidak dengan saya, karena masuk MA bukan sepenuhnya seperti yang saya inginkan. Pada kelulusan SMP di tahun 2019 saya ingin sekali untuk sekolah di SMA namun pada saat itu di masa kami diberlakukan sistem zonasi, yang mengharuskan siswa/siswi harus sekolah disekolah tertentu pada zona yang telah ditentukan. Awalnya aku berpikir bahwa anak-anak yang masuk ke MA adalah anak-anak yang pintar membaca Al-Qur’an, namun seiring berjalannya waktu semua pernyataan itu ternyata salah nyatanya masih banyak anak-anak yang belum lancar dalam membaca Al-Qur’an.
 Kisahku pun dimulai dengan awal masuknya saya ke MA, minggu pertama adalah minggu perkenalan semua siswa kelas 10 yang biasa disebut dengan MATSAMA/MOS. Hari pun berlalu dengan cepat, dan pengumuman penentuan kelas telah di diumumkan, saya pun mencari kelas yang telah ditentukan. Saya pun kaget karena pada saat itu aku masuk ke dalam kelas unggulan ya kelas X MIPA 1, di mana pada saat itu kelas MIPA 1 dianggap kelas unggulan.
 Hari pertama masuk ke kelas pun dimulai. Saya mencari tempat di mana kelasku berada, hari masih esok dan sekolah masih sepi namun saya sudah sampai disekolah, di saat saya sudah menemukan kelas dan telah masuk ke kelas untuk menaruh tas dikelas, namun di kelas belum ada satu anak pun yang artinya sayalah anak pertama yang tiba di kelas itu. Saya pun keluar untuk melihat lihat sekolahan dan mencoba untuk mencari teman-teman yang sekelas dengan saya.
 Hari pun berlalu dengan cepat, tak terasa kami pun telah melaksanakan PAS. Dan  hari untuk classmeet telah diumumkan di mana semua kelas bersaing untuk memperebutkan juara lomba yang telah ditentukan oleh panitia, namun sayang sekali saya tidak bisa mengikuti classmeet dikarenakan pada saat classmeet berlangsung saya ikut ke Pare untuk mengikuti kursus Bahasa Inggris selama satu bulan.
 Hari-hariku di pare pun berlalu dengan cepat, tak terasa satu bulan itu telah terlewati. Setelah dari pare para Bapak/Ibu guru mengajak kami untuk jalan-jalan ke Bromo. Dan pada saat hari itu juga kami pulang.
 Besoknya pun hari senin di mana kita sebagai siswa harus sekolah namun saya malas untuk berangkat ke sekolah, namun Bapak dan Ibu menyuruhku untuk tetap berangkat ke sekolah. Dan mau tidak mau saya pun harus berangkat ke sekolah.
 Belum sampai 3 bulan penuh kita bersekolah, sekolah telah diliburkan dikarenakan wabah yang mengerikan telah masuk ke Indonesia yang mengharuskan seluruh sekolah di Indonesia melaksanakan PJJ (pembelajaran jarak jauh).
 Awalnya kami kira virus corona hanya wabah biasa yang bisa hilang hanya selang beberapa minggu namun ternyata semua itu tidak sesuai dengan yang kami pikirkan. Ternyata wabah tersebut tidak hilang dari Indonesia namun yang ada semakin hari semakin parah, berita kematian di mana-mana ada. 
 Awalnya saya senang mendengar bahwa sekolah diliburkan dan kita melaksanakan daring di rumah namun semakin hari saya semakin jenuh karena saya tidak boleh keluar dari rumah.
 Tugas semakin menjadi jadi sedangkan saya belum terlalu paham tentang materi apa yang telah diberikan oleh guru. Tugas menumpuk banyak tapi saya tidak mengerti apa yang diajarkan.
 Tak terasa kami pun telah melaksanakan ujian tengah semester yang dilaksanakan dengan berbasis online, yang artinya kita mengerjakan semua soal ulangan dengan hp. 
 Sekolah online (daring) memang asik karena kita bisa bangun sesuka kita, dan absen pelajaran pun tidak harus sesuai dengan jadwal yang artinya kita bisa absen setiap saat asal absennya pada hari itu juga.
 Namun ada tidak enaknya juga yaitu kami dituntut untuk belajar sendiri tanpa di terangkan oleh guru, dan kami juga tidak dapat uang jajan.
 Tak terasa kami sudah menginjak kelas 3, dan sebentar lagi kami akan berpisah untuk melanjutkan ke PTN impian, POLRI, TNI, dll. Semua hal ini akan menjadi kenangan yang indah bagi kami. 

Comments